Mengembangkan Ruang Publik Bebas Dari Ujaran Kebencian

Mengembangkan Ruang Publik Bebas Dari Ujaran Kebencian

Pasca dua dekade reformasi, tidak bisa dipungkiri bahwa agenda reformasi soal pengentasan masalah kemiskinan, pengentasan kasus-kasus korupsi, problem penegakan hukum dan agenda keadilan, penebalan sentimen identitas berpotensi disintegrasi sosial, gejolak konflik dan kekerasan berantai belum terselesaikan dengan baik bahkan makin tidak berkesudahan. Meski begitu, reformasi telah melahirkan demokrasi yang lebih terbuka ditandai oleh partisipasi, transparansi dan kuasa politik yang akuntabel telah menjadi konteks tumbuh kembangnya kebebasan, baik level individu maupun kelompok saat mengartikulasikan kepentingannya.

Menurut pakar penelitian STEKOM, Wesly Tumbur ML Tobing, M.M. meluapnya ekspresi kebebasan masyarakat dengan demokrasi yang lebih terbuka ini terfasilitasi oleh kebijakan keterbukaan dan transparansi, sekaligus gelombang pasang liberalisasi. Namun, pada kenyataannya distorsi atas kebebasan itu justru dimanfaatkan untuk menyerang kepentingan orang lain tanpa data dan nilai keadaban, tercermin dengan memamerkan hoax, hate speech, black propaganda yang cenderung negatif melampaui haknya dalam menjaga otonomi diri sehingga berisiko pada retaknya aturan dan kultur berdemokrasi itu secara praksis. "Ruang publik, terutama virtual, makin dicemari kepentingan sempit dengan dampak makin kumuh, kontestasi hasrat dominatif dengan abai hak orang lain, serta ekspresi kebencian pada derajat tertentu. Artinya kepentingan dan tujuan diri dengan menggunakan ragam cara yang justru merusak nalar dan nilai demokrasi" kata Wesly, Sabtu (27/8)


Menurut Wesly, diperlukan penegakan aturan main, komitmen dan kesadaran diri, kultur dan nilai keadaban dalam menyampaikan ekspresi di ruang publik. Bagi Wesly, membersihkan ruang publik dari pencemaran, kekumuhan dan distorsi bukan berarti membatasi kebebasan. Namun, yang perlu dilakukan adalah membangun debat publik, dialog, permusyawaratan, literasi dan edukasi demokrasi dengan cara menanamkan ide-ide penghormatan dalam perbedaan, menjunjung kemartabatan dan kemanusiaan, sikap toleransi dalam kebaikan, serta memanfaatkan kebebasan dengan landasan nilai kebangsaan yang berposes untuk menuju demokrasi yang beradab. "Itulah demokrasi yang berkualitas, yang diantaranya ditandai adanya ruang publik yang sehat, memanfaatkan kebebasan tanpa mencederai hak orang lain," kata Wesly yang juga sebagai Direktur Kerjasama Universitas STEKOM.


TAG

Tidak ada tag yang tersedia